9 Penyimpangan Bahasa dalam Puisi

Puisi memiliki bahasa yang berbeda dengan bahasa sehari-hari. Kata-kata yang digunakan mengandung nilai keindahan yang khusus untuk membangkitkan perasaan, menarik perhatian, menimbulkan tanggapan, bahkan keharuan.

Penyair melakukan penyimpangan bahasa dalam puisinya untuk memperkuat daya puisi, mencapai bentuk pengucapan tertentu yang diinginkan, mencapai keselarasan rima, atau merasa bahasa konvensional yang sudah ada tidak dapat menjadi medium yang mampu mengungkapkan perasaan secara tuntas.

Baca juga: Bait Puisi: Pengertian dan Contohnya Maxbet

Berikut sembilan penyimpangan bahasa dalam puisi, yaitu:

  • Penyimpangan leksikal

Kata-kata yang digunakan dalam puisi menyimpang dari kata-kata yang  dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya: ngiau, pepintu, leluka.

Contoh: puisi Sutardji Calzoum Bachri berjudul Sepisaupi

sepisaupa, sepisaupi, sampai pisauNya ke dalam nyanyi

  • Penyimpangan semantis

Semantik adalah cabang ilmu linguistik yang membahas tentang makna tanda bahasa.

Penyimpangan semantis adalah penyimpangan yang berupa penggunaan kata dalam puisi yang maknanya tidak menunjuk kepada makna aslinya.

Misalnya, ketika seorang penyair menggunakan kata langit dalam puisinya. Kata ‘langit’ itu bisa merujuk kepada “Tuhan’ atau ‘sesuatu/seseorang yang sangat jauh dan sulit dijangkau.

Baca juga: 3 Contoh Puisi tentang Pengalaman Pribadi

  • Penyimpangan fonologis

Untuk kepentingan rima, penyair sering melakukan penyimpangan bunyi. Sebagai contoh, dalam puisinya yang berjudul “Yang Terampas dan Putus”, Chairil Anwar menggunakan kata ‘menggigir’ untuk menggantikan kata ‘menggigil’.

la melakukan penyimpangan dengan mengubah bunyi // dalam kata ‘menggigil’ menjadi bunyi /r/ sehingga menjadi ‘menggigir’

Menggigir juga ruang di mana dia yang kuingin” (Yang Terampas dan Yang Putus)

  • Penyimpangan morfologis (pembentukan kata)

Penyair sering kali juga tidak mengindahkan aturan morfologis (pembentukan kata) kutipan puisi Balada Sumillah karya W.S. Rendra di bawah ini:

bila pucuk bambu ngusapi wajah bulan ternak rebah dan bunda-bunda nepuki paha anaknya” (Balada Sumilah)

Dalam kutipan puisi tersebut, Rendra menggunakan kata ‘ngusapi’ dan ‘nepuki’ yang sebenarnya secara morfologis tidak tepat.

Penggunaan yang tepat adalah mengusapi’ yang dibentuk dari kata dasar ‘usap’ + imbuhan ‘me-i’ dan kata ‘menepuki’ yang terbentuk dari kata dasar ‘tepuk’ + imbuhan ‘me-i’.

  • Penyimpangan sintaksis

Penyimpangan sintaksis/penyimpangan pola kalimat dalam puisi. Penyair kerap mengabaikan aturan pola kalimat dalam kaidah bahasa.

Contoh: puisi Chairil Anwar “Senja di Pelabuhan Kecil”

Ini kali tidak ada yang mencari cinta
Di antara gudang, rumah tua, pada cerita tiang serta temali

Pada kutipan puisi di atas Chairil menggunakan frase ‘ini kali’ yang sebenarnya tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia.

Penggunaan yang tepat seharusnya ‘kali ini’ karena bahasa Indonesia memiliki pola diterangkanmenerangkan.

Baca juga: Apa itu Puisi Naratif?

  • Penggunaan dialek

Kadang penyair merasa Bahasa Indonesia tidak mampu mewakili perasaannya secara tuntas, yang membuat penyair itu “terpaksa” menggunakan kosa kata bahasa daerahnya untuk mengungkapkan suatu perasaan/emosi tertentu.

Contoh: Puisi Wiji Thukul “Nyanyian Abang Becak” di bawah ini.

jika harga minyak mundhak 
simbok semakin ajeg berkelahi sama bapak

  • Penggunaan register

Penyimpangan berupa penggunaan ragam Bahasa/istilah yang digunakan kelompok profesi tertentu dalam masyarakat.

Penyair seringkali menggunakan register (dialek profesi) ini untuk menguatkan latar puisi yang temanya berkaitan dengan profesi tertentu itu.

Contoh istilah “angguk balam” yang digunakan untuk orang yang kalau dinasihati seolah paham dengan selalu mengangguk-anggukan kepalanya.

  • Penyimpangan historis

Bentuk penyimpangan yang menggunakan kata-kata kuno yang sudah tidak digunakan lagi dalam kehidupan sehari-hari seperti kata jenawi, ripuh, bonda, dewangga, lampus dan sebagainya.

Contoh “Nyanyi Sunyi” karya Amir Hamzah di bawah ini yang mengunakan kata “lampus”

Sunyi itu luka 
Sunyi itu kudus 
Sunyi itu lupa 
Sunyi itu lampus

  • Penyimpangan grafologis

Penyimpangan yang tidak digunakannya tanda baca atau penggunaan huruf kapital sebagaimana mestinya dalam puisi. Ini misalnya mudah ditemui dalam puisi puisi Afrizal.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *